Gambar: penulis Mr.Ed
Senin, 5 oktober 2020. Dalam sidang paripurna DPR RI, RUU CIPTA KERJA (CIPTAKER) resmi di sahkan sebagai undang-undang Negara Republik indonesia. Pengesahan undang-undang CIPTAKER ini dalam sidang paripurna DPR RI terdapat 6 fraksi menerima, 1 fraksi menerima dengan catatan (PAN) dan 2 fraksi menolak (PKS dan Demokrat).
Sebelumnya dalam bahasan ini perlu bagi para pembaca juga harus terlebih dahulu membaca dengan baik RUU CIPTAKER baru memberikan pendapat, sehingga tidak menuai polemik tanpa fakta. Bagi rekan-rekan gerakan yang dilapangan perlu juga mengkaji RUU ini secara faktual tanpa hanya sekedar asumsi dengan berbagai sudut pandang yang tajam dan kritis. Dalam hal ini penulis juga bukan berpihak kepada pemerintah atau para oligark, namun kita akan bahas dengan dua sudut pandang yang berbeda.
RUU CIPTAKER yang hari ini sudah ditetapkan menjadi undang-undang, harus dilihat dari sisi kemanfaatan dan kebutuhan saat ini, untuk meningkatkan perekonomian dan pengelolaan sumberdaya yang dimiliki memang secara universal UU ini dibutuhkan. Namun pada sisi yang lain, harus diingat satu hal bahwa jika koorporasi atau para kapitalis bersatu dengan tangan besi pemerintah dengan tujuan yang yang buruk seperti mengeksploitasi alam dan manusia akan menjadi sebuah ancaman bagi bangsa ini. Dalam UU CIPTAKER membuat pemerintah dan koorporasi menjadi sangat kuat dan saling bekerjasama untuk mengelola sumberdaya alam Negara Indonesia, karena itu apabila tujuan dan pelaksanannya seperti pada pasal 33 yang mengatakan bahwa "bumi, air, dan segala kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai negara dan seutuhnya dikelola demi kepentingan rakyat". Maka undang-undang ini akan baik bagi rakyat, namun jika tidak akan berdampak buruk bagi masa depan negara dan bahkan akan menjadi kejahatan kelam berkepanjangan.
Sebagai sebuah optimisme pemerintah sekaligus menjawab beberapa tuntutan pokok pembahasan yang menjadi kekhawatiran publik akan dibahas sesuai inti sari dari pasal-pasal tersebut yakni sebagai berikut:
1. Analisa dampak lingkungan (AMDAL)
Pasal 24 ayat 2 mengenai lingkungan; mengatakan AMDAL akan tetap dijadikan sebagai acuan dalam perizinan usaha, melalui uji kelayakan yang di atur dalam UU lebih lanjut dan pemerintah pusat. Uji kelayakan ini akan di lakukan oleh lembaga yang didalamnya terdapat unsur pemerintah pusat, pemerintah daerah dan ahli yang bersertifikat.
Isi dari UU ini sudah bisa menjawab kekhawatiran publik, namun yang menjadi catatan adalah perlu ada pengawasan baik dari proses produksi hingga tahap evaluasi dari perusahaan yang telah diberi ijin operasi terkait dengan amdal yang dikeluarkan.
2. Tenaga Kerja Asing (TKA)
UU ini juga menuai banyak gelombang protes dari berbagai elemen masyarakat. Pada pasal 42 mengenai ketenaga kerjaan mengatakan bahwa
1. tenaga kerja asing yang akan diserap harus ijin pemerintah pusat dengan menyertakan rancangan penggunaan tenaga kerja asing
2. orang/perseorangan di larang mempekerjakan tenaga kerja asing
3. Tenaga kerja asing di larang menduduki jabatan personalia
Bagian dari undang-undang ini menjawab kekhawatiran publik mengenai rezim ini yang akan diduduki oleh tenaga kerja asing selanjutnya di perkuat dalam pasal 45 yang mengatakantenaga kerja indonesia wajib di berikan keterampilan oleh tenaga kerja asing dalam hal keahliandan teknologi.
Pada pokok bahasan initerdapat hal penting yg harus di perhatikan oleh pemerinta yakni asas otonomi daerah yang wajib untuk di penuhi di mana perlu adanya prionitas tenaga kerja indonesia secara nasional dan tenaga kerja daerah secara lokal.
4. Pemutusan hubungan kerja (PHK)
Pada pasal 61 ayat 2 menyatakan bahwa pengalihan atau kepempinan perusahaan atas dasar meninggal atau pergantian jabatan/hibah tidak memutus hubungan kerja. Selanjut nya di jelaskan dalam ayat 3 mengatakanbahwa buruh menjadi tanggung jawab pimpinan yang baru
5. Pesangon
Pasal 61a ayat 1 huruf b & c pengusaha wajib memberi uang pesangon/kompensasi terhadap buruh, sedangkan pada ayat 2 dijelaksan pemberian pesangon sesuai dengan masa kontrak yang bersangkutan dengan pihak perusahaan.
6. Jam Kerja
Dalam pasal 77 ayat 2 huruf a & b UU CIPTAKER; jam kerja di atur 7 jam per hari, 40 jam perminggu selama 6 hari kerja dan 8 jam per hari atau 40 jam per minggu selama 5 hari jam kerja.sedangkan pada pasal 78 ayat 1&2 mengatur mengenai waktu lembur selama 4 jam per hari dan 18 jam selama 1 minggu. Pengusaha wajib membayar upah atatu gaji para pekerja lembur.
7. Cuti
Pasal 79 ayat 2&3 mengatur tentang jam istrahat yakni berlaku stenga jam pada setiap 4 jam kerja, selanjutnya juga mengatur tentang 12 hari cuti dalam satu tahun atau 12 bulan
Pada undang-undang ini publik menyoroti mengenai jangkau waktu cuti, padahal dalam undang-undang sebelumnya yakni UU tenaga kerja no 33 tahun 2013 jelas menyatakan hal yang sama juga mengenai cuti tahunan 12 hari setiap tahun karna di hitung 1 hari per bulan. Sedangkan cuti harian dan bulanan juga sama saja.
8. Upah minimum
Dalam pasal 88 huruf c & d menegaskan bahwa gubernur wajib menetapkan upah minimum provinsi, karena disesuaikan dengan kondisi lingkungan perusahaan. Selanjutnya upah minimum harus memenuhi perhitungan dengan variabel ekonomibdan inflasi.
Artinya dalam menentukan upah minimum ini harus dipertimbangkan berbagai asas atau variabel yang sesuai dengan kondisi negara dan daerah untuk yakni kondisi ekonomi dan inflasi.
9. PHK karena pelanggaran tenaga kerja
Dalam bagin ini terdapat kontradiktif pada pasal 151 yakni pada ayat satu mengatakan bahwa antara pengusaha serikat buruh/pekerja dan pemerintah harus mengupayakan agar tidak terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK).sedangkan dalam ayat 2,3,& 4 menyatakan lqngkah yang di tempuh apabilah PHK yang di lakokan oleh pengusaha di tolak maka akan melalui proses perundingan bipatit antara pengusaha,serikat buruh dan pekerja tanpa ketarlibatan pemerintah atau lembaga penyelesaisan perselisian industrial (LPPI).
10. Uang pengaturan uang pesangon
Pada pasal 156 ayat 2 menyatakan bahwa uang pesangon di berikan sesuai degan masa kerja yang bersangkutan yakni selama kurang dari 1 tahun akan mendapat pesangon 1 bulam upah, masa kerja kurang dari atau sama dengan 2 tahun akan mendapat pesangon 2 bulan upah dan seterusnya.
11. Uang penghargaan
Pada pasal 156 ayat 3 menagaskan bahwa setiap pekerja akan mendapat uang penghargaan jika sudah bekerja selama 3 tahun atau dari 6 tahun di beri 2 bulan upah sedangkan masa kerja 6 tahun atau urang dari 9 tahun akan di beri 3 bulan upah dan seterusnya
12. Upah pokok dan tunjangan tetap
Pada pasal 157 menegaskan bahwa upah pokok dan tunjangan akan tetap berlaku sama bagi karyawan tetap atau honorer.
Dari beberapa uraian pasal yang terkandung dalam UU CIPTAKER diatas merupakan poin-poin penting yang banyak menuai pro dan kontra di muka publik yakni; AMDAL, TKA, PHK, Pesangon, Jam Kerja, Cuti, sistem upah dan sebagainya. Karena itu dalam kajian penulis memang UU Cipta kerja ini bertujuan untuk mempercepat nawa cita Jokowi yang sebenarnya kalau dilihat lebih dalam adalah nawa cita bung karno. Namun yang menjadi catatan penting adalah kita perlu belajar dari prespektif Histori bahwa disetiap Rezim kepemimpinan bangsa ini selalu meninggalkan jejak yang kelam. Walaupun keinginan dan maksud yang baik dalam membangun bangsa ini, tetapi ingat kesalahan saat ini dampak nya bukan hal sederhana pada masa depan Negara. Ingat 2045 yang katanya kita akan mencapai indonesia emas, hanya akan wacana bulsyid kalau kebijakan tidak di kawal dengan baik.
Saudarakuh ketakutan kami hanya satu yakni ketika nafas kekuasaan tidak lagi berpihak pada akar rumput, maka seketika itu nyawa rakyatnya akan tercabut.
#salamangkattopidariujungtimurindonesia